Guratan
Identitas Mentawai
Mentawai, sebuah gugusan pulau di bagian barat pulau Sumatera,
terdiri dari pulau Siberut, Sipora, Pagai Utara dan Pagai Selatan. Pulau
Siberut merupakan pulau terbesar namun berpenduduk paling sedikit. Kehidupan
masyarakat Mentawai, yang masih terjaga keasliannya dan belum banyak
bersentuhan dengan peradaban, begitu pula dengan rumah tradisional Mentawai. Uma, sebuah rumah komunal, identitas
masyarakat Mentawai, wujud kebersamaan yang telah mengakar.
Tidak pernah terbayang sebelumnya oleh kami akan menginap disebuah Uma atau rumah besar suku Mentawai di desa Butui, terkesan mistis memang waktu pertama kali saya memasuki dalam rumah tersebut. Dibagian depan dan tengah ruangan banyak tergantung berbagai macam tengkorak binatang seperti Kera, babi, kura-kura, serta orang. Hanya beberapa obor saja sebagai penerangan di malam hari menemani kami berbincang dengan Aman Lau Lau dan keluarganya.
Tidak pernah terbayang sebelumnya oleh kami akan menginap disebuah Uma atau rumah besar suku Mentawai di desa Butui, terkesan mistis memang waktu pertama kali saya memasuki dalam rumah tersebut. Dibagian depan dan tengah ruangan banyak tergantung berbagai macam tengkorak binatang seperti Kera, babi, kura-kura, serta orang. Hanya beberapa obor saja sebagai penerangan di malam hari menemani kami berbincang dengan Aman Lau Lau dan keluarganya.
Meskipun terlihat sederhana, Uma bukan
hanya sebagai sebuah hunian melainkan juga sebagai bukti sejarah dan
kebudayaan. Uma sendiri berbentuk rumah panggung untuk membangunnya harus
disertai pelaksanaan upacara khusus yang dipimpin oleh ketua adat. Uma biasanya
dihuni oleh 5 sampai 7 keluarga dari keturunan yang sama, mengikuti garis
keturunan ayah. Kaum perempuan atau istri biasanya berasal dari Uma yang lain. Sebagai rumah adat, Uma memiliki kearifan
tradisional, kontruksinya hampir seluruhnya terbuat dari kayu dan berbentuk
panggung. Terdapat batang-batang kayu
yang menjadi inti atau penopang utama sebuah uma. Sedangkan pondasi rumah
menggunakan batu karang yang memang lebih mudah didapatkan di Mentawai
dibandingkan batu kali. Tiang pancang utama ini berkaitan dengan legenda yang
dipercaya suku Mentawai mengenai dewa gempa yang disebut sebagai Teteu Ka Baga.
Hal ini berkaitan dengan kondisi alam Mentawai yang rawan bencana terutama
gempa.
Uma biasanya dibangun menggunakan lima
jenis kayu, yaitu meranti putih, rotan, bambu, gaharu, dan pohon enau. Adapun
untuk atapnya, digunakan atap rumbia yang terbuat dari daun sagu, atap ini
dapat bertahan puluhan tahun. Kontruksi bangunan Uma dibangun tanpa menggunakan
paku melainkan menggunakan pasak kayu, memakai teknik ikat, tusuk, dan sambung.
Sambungan pangku dan sambungan takik. Uma tidak memiliki pintu, bagian depan
berupa serambi terbuka yang merupakan tempat untuk berkumpul, mengobrol, dan
menerima tamu siang hari. Di malam hari, serambi ini berubah fungsi menjadi
ruang tidur para pria. Selain itu, disisi depan rumah terdapat panggung yang
terbuat dari papa-papan tidak halus.
Ruang dalam pertama adalah ruangan yang
serupa bangsal panjang, biasanya digunakan untuk menjamu tamu dan merupakan
tempat dilangsungkannya rapat dan upacara adat. Ruang dalam pertama ini
kemudian dipisahkan dengan ruang dalam kedua dengan sekat kayu. Di ruangan ini
nterdapat perapian sebagai tempat memasak, bejana-bejana untuk keperluan
upacara memohon keberhasilan dalam berburu. Ruangan ini biasanya juga digunakan
sebagai tempat tidur keluarga.
Di antara perapian dan dinding belakang
bangsal, terdapat lorong tengah yang merupakan tempat untuk menari. Lantai pada
bagian lorong tengah terbuat dari papan lebar yang diserut sampai halus.
Permukaan halus ini tentu baik bagi kaki penari, terlebih lagi lantai kayu
dapat sekaligus menghasilkan instrumen musik pengiring tarian.
Lantai beranda biasanya terbuat dari papan, sementara lantai ruangan tidur dan dapur dari belahan kayu pohon kelapa yang dipasang jarang-jarang. Tinggi lantai sekira 1 m dari tanah. Kontur tanah yang tidak rata sebagai basis rumah disiasati dengan ketinggian tiang-tiang penopang yang disesuaikan sehingga dapat mendirikan rumah yang kokoh dan stabil. Kolong bawah rumah dijadikan sebagai kandang babi.
Keunikan lain dari uma adalah terdapat pajangan tengkorak binatang di dekat atap pintu masuk ruang utama. Tengkorak yang digantung tersebut adalah tengkorak babi yang dipercaya dapat mengundang rezeki atau hasil buruan yang lebih lagi. Selain itu, banyaknya tengkorak dapat menandakan jumlah pesta yang telah digelar di uma tersebut.
Selain uma, terdapat jenis rumah lain bagi suku Mentawai, yaitu lalep dan rusuk. Lalep adalah rumah tinggal bagi suami istri yang sudah menikah secara adat yang sah; biasanya lalep adalah bagian dari uma. Sementara rusuk adalah bangunan khusus yang dibangun bagi anak-anak muda, para janda, dan mereka yang terusir dari kampung.
Dengan segala keunikan, kesederhanaan, dan kearifan sebuah rumah adat, sungguh sangat disayangkan keberadaan uma kini semakin terancam. Uma sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat suku Mentawai yang kini tersentuh oleh modernitas. Mereka kini cenderung membangun rumah konstruksi beton. Ritual mendirikan uma yang biasanya harus disertai pesta dan upacara yang tidak murah juga menjadi salah satu alasan makin berkurangnya keluarga yang mendirikan uma. Selain itu, kebijakan pemerintah untuk melakukan relokasi masyarakat suku Mentawai di pedalaman juga menjadi penyebab lain berkurangnya jumlah uma.
Lantai beranda biasanya terbuat dari papan, sementara lantai ruangan tidur dan dapur dari belahan kayu pohon kelapa yang dipasang jarang-jarang. Tinggi lantai sekira 1 m dari tanah. Kontur tanah yang tidak rata sebagai basis rumah disiasati dengan ketinggian tiang-tiang penopang yang disesuaikan sehingga dapat mendirikan rumah yang kokoh dan stabil. Kolong bawah rumah dijadikan sebagai kandang babi.
Keunikan lain dari uma adalah terdapat pajangan tengkorak binatang di dekat atap pintu masuk ruang utama. Tengkorak yang digantung tersebut adalah tengkorak babi yang dipercaya dapat mengundang rezeki atau hasil buruan yang lebih lagi. Selain itu, banyaknya tengkorak dapat menandakan jumlah pesta yang telah digelar di uma tersebut.
Selain uma, terdapat jenis rumah lain bagi suku Mentawai, yaitu lalep dan rusuk. Lalep adalah rumah tinggal bagi suami istri yang sudah menikah secara adat yang sah; biasanya lalep adalah bagian dari uma. Sementara rusuk adalah bangunan khusus yang dibangun bagi anak-anak muda, para janda, dan mereka yang terusir dari kampung.
Dengan segala keunikan, kesederhanaan, dan kearifan sebuah rumah adat, sungguh sangat disayangkan keberadaan uma kini semakin terancam. Uma sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat suku Mentawai yang kini tersentuh oleh modernitas. Mereka kini cenderung membangun rumah konstruksi beton. Ritual mendirikan uma yang biasanya harus disertai pesta dan upacara yang tidak murah juga menjadi salah satu alasan makin berkurangnya keluarga yang mendirikan uma. Selain itu, kebijakan pemerintah untuk melakukan relokasi masyarakat suku Mentawai di pedalaman juga menjadi penyebab lain berkurangnya jumlah uma.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar