Rabu, 04 Juni 2014


 
 
Mitos Nyi Roro Kidul Dalam Sedekah Laut






Setiap bulan Syura masyarakat nelayan Cilacap selalu melakukan upacara sedekah laut, acara yang masuk dalam agenda  Dinas Pariwisata Kab. Cilacap ini selalu meriah dan hikmat oleh para pengunjung dari berbagai daerah.

Gelar budaya ini berupa arak-arakan jolen dengan rute dari alun-alun menuju teluk penyu yang berjarak sekitar 3 km dengan berjalan kaki. Upacara sedekah laut adalah salah satu wujud ungkapan rasa syukur yang dilakukan kelompok nelayan Sidakaya, Donan, Sentolokawat, Tegalkatilayu, Lengkong, Pandanarang, dan Kemiren.   Upacara ini didahului dengan acara prosesi membawa sesaji (jolen) untuk dilarung ke tengah laut lepas dari Pantai Teluk Penyu Cilacap. Jolen diarak dari dalam pendopo Kabupaten Cilacap menuju arah pantai Teluk Penyu dengan diiringi arak-arakan Jolen Tunggul dan diikuti Jole-Jolen pengiring lainnya oleh peserta prosesi yang berpakaian adat tradisional nelayan Kabupaten Cilacap tempo dulu.
Persis di pintu masuk Pantai Teluk Penyu, lelaki sepuh itu duduk bersimpuh setelah berjalan sekitar tiga kilometer. Seperti sedang menyembah, ia mencium pasir pantai itu. Tangannya menempel erat di dadanya. “Minta izin kepada Nyai Roro Kidul untuk melakukan ritual larung sesaji,” ujar sesepuh nelayan Cilacap yang dituakan.

Menurut sesepuh ini, Nyai Roro Kidul merupakan penguasa lautan yang harus dihormati. Nelayan percaya, sedekah laut bisa menghindarkan diri dari kecelakaan laut. Selain itu, nelayan berharap agar di tahun mendatang hasil tangkapan ikan akan naik sehingga bisa meningkatkan pendapatan keluarga. Sosok Nyai Roro Kidul sendiri sangat dihormati oleh nelayan Cilacap. Sementara nelayan Cilacap sendiri dikenal sebagai nelayan pemberani yang daya jangkaunya mencapai seluruh Nusantara hingga perbatasan Pulau Christmas di Australia yang jaraknya cukup dekat dengan Cilacap. “Di kalangan nelayan pesisir selatan, nelayan Cilacap sudah dianggap seperti guru,” katanya.
Upacara sedekah laut sebelum hari pelaksanaan didahului dengan prosesi nyekar atau ziarah ke Pantai Karang Bandung (Pulau Majethi ) sebelah timur tenggara Pulau Nusakambangan yang dilakukan oleh ketua adat Nelayan Cilacap dan diikuti berbagai kelompok nelayan serta masyarakat untuk memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar tangkapan ikan pada musim panen ikan melimpah dan para nelayan diberi keselamatan.

Disamping upacara nyekar juga mengambl air suci/ bertuah di sekitar Pulau Majethi yang menurut legenda tempat tumbuhnya bunga Wijayakusuma.
Pada malam harinya acara dilanjutkan dengan pertunjukan kesenian tradisional di tiap-tiap desa/ kelurahan oleh kelompok Nelayan yang bersangkutan.


Pada malam H-1 puncak acara, masyarakat dari luar kota sudah berduyun-duyun ke kota Cilacap, dengan berkumpul di pantai teluk penyu. Keramaian gelar budaya ini menyerupai keramaian saat lebaran.

Pro kontra atas sedekah laut ini juga terjadi di masyarakat, dimana kalangan agamawan (ulama Islam) ada yang menganggap upacara ini sebagai syirik, sekalipun dibungkus dalam label gelar budaya. Hal ini karena adanya sajian yang dibuang ke laut untuk tolak bala, sesuatu yang dianggap dilarang agama. Namun demikian tradisi ini secara rutin tetap berlangsung.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar